Dornbusch dan Fisher (1980) mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar
mempengaruhi daya saing internasional dan posisi neraca perdagangan, dan
konsekuensinya juga akan berdampak pada real output dari negara tersebut yang pada
gilirannya akan mempengaruhi cash flow saat ini dan masa yang akan datang dari
perusahaan tersebut. Ekuitas yang merupakan bagian dari kekayaan perusahaan, dapat
mempengaruhi perilaku nilai tukar melalui mekanisme permintaan uang berdasarkan
model penentuan nilai tukar oleh ahli moneter (Gavin, 1989)
![]() |
Foto: Ilustrasi |
Sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu negara sangat berpengaruh sekali dalam
menentukan pergerakan nilai tukar. Seperti misalnya negara Indonesia yang sebelum
tanggal 14 Agustus 1997 menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali, maka
laju depresiasi sangat ditentukan oleh pemegang otoritas moneter, sehingga ketika Bank
Indonesia melepas kendali nilai tukar menyebabkan nilai tukar akan segera mengikuti
hukum pasar dan pengaruh-pengaruh dari luar. Untuk mengurangi tekanan terhadap
Rupiah, upaya lain yang telah dilakukan Bank Indonesia adalah pengembangan pasar
valas domestik antar bank melalui band intervensi. Dengan band intervensi, nilai tukar
diperkenankan berfluktuasi dalam kisaran band yang telah ditetapkan. Apabila valuta
asing diperdagangkan melebihi band yang telah ditetapkan maka Bank Indonesia segera
melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar pada posisi semula.
Pendekatan moneter merupakan pengembangan konsep paritas daya beli dan teori
kuantitas uang. Pendekatan ini menekankan bahwa ketidakseimbangan kurs valuta asing
terjadi karena ketidakseimbangan di sektor moneter yaitu terjadinya perbedaan antara
permintaan uang dengan penawaran uang (jumlah uang beredar) (Mussa, 1976).
Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kurs
adalah pendekatan moneter. Dengan pendekatan moneter maka diteliti pengaruh
variabel jumlah uang beredar dalam arti luas, tingkat suku bunga, tingkat pendapatan,
dan variabel perubahan harga. Dipakainya dollar Amerika sebagai pembanding, karena
dollar Amerika merupakan mata uang yang kuat dan Amerika merupakan partner
dagang yang dominan di Indonesia. Konsep penentuan kurs diawali dengan konsep
Purchasing Power Parity (PPP), kemudian berkembang konsep dengan pendekatan
neraca pembayaran (balance of payment theory).
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali
apabila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar
dari barang-barang lain. Inflasi diakibatkan oleh :
Demand-pull Inflation.
Inflasi ini bermula dari adanya permintaan total (agregat demand), sedangkan
produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir
mendekati kesempatan kerja penuh.
Cost-Push Inflation
Cost plus inflation ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi
inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya
penurunan dalam penawaran total (aggregate supplay) sebagai akibat kenaikan
biaya produksi.
Menurut Keynes terjadinya inflasi disebabkan oleh permintaan agregat sedangkan
permintaan agregat ini tidak hanya karena ekspansi bank sentral, namun dapat pula
disebabkan oleh pengeluaran investasi baik oleh pemerintah, maupun oleh swasta dan
pengeluaran konsumsi pemerintah yang melebihi penerimaan (defisit anggaran belanja
negara) dalam kondisi full employment.
Teori Suku Bunga
Menurut Nopirin (1996) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh
peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman
atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan
membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan.
Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan
masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat bunga ditentukan oleh interaksi
permintaan dan penawaran.
Tingkat suku bunga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga,
ketika tingkat harga tinggi dan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat banyak4
sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan
menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan demikian suku bunga yang tinggi
diharapkan berkurangnya jumlah uang yang beredar sehingga permintaan agregatpun
akan berkurang dan kenaikan harga dapat diatasi.