Film A Beautiful Mind menggambarkan kisah perjuangan seorang ahli
matematika genius yang bernama John Forbes Nash, yang berhasil menciptakan
konsep ekonomi yang kini dijadikan sebagai dasar dari teori ekonomi kontemporer.
Selama Perang Dingin berlangsung, Nash mengidap schizophrenia yang membuatnya hidup dalam halusinasi dan selalu
dibayangi ketakutan hingga ia harus berjuang keras untuk sembuh dan meraih
hadiah Nobel tahun 1994, kala ia memasuki usia senja.
Kisah dibuka dengan Nash muda di
tahun 1948 yang memulai hari-hari pertama kuliahnya di universitas bergengsi,
Princeton University. Sejak awal, Nash - lelaki sederhana dari dusun Virginia
digambarkan sebagai pribadi penyendiri, pemalu, rendah diri, introvert sekaligus aneh. Aku tak
terlalu suka berhubungan dengan orang dan rasanya tak ada orang yang
menyukaiku, ujar Nash berkali-kali. Di balik segala kekurangannya, Nash juga
digambarkan sebagai laki-laki arogan yang bangga akan kepandaiannya. Ini
ditunjukkannnya dengan cara menolak mengikuti kuliah yang dianggapnya hanya
menghabiskan waktu dan membuat otak tumpul. Sebagai gantinya, Nash lebih banyak
meluangkan waktu di luar kelas demi mendapatkan ide orisinal untuk meraih
gelar doktornya dan diterima di pusat penelitian bergengsi, Wheeler Defense Lab
di MIT.
Di tengah persaingan ketat, Nash
mendapat teman sekamar yang sangat memakluminya, Charles Herman yang memiliki
keponakan seorang gadis cilik Marcee. Nash yang amat terobsesi dengan
matematika, sampai-sampai menulis berbagai rumus di kaca jendela kamar dan
perpustakaanakhirnya secara tak sengaja berhasil menemukan konsep baru yang
bertentangan dengan teori bapak ekonomi modern dunia, Adam Smith. Konsep inilah
yang dinamakannya dengan teori keseimbangan, yang mengantarkannya meraih gelar
doktor. Mimpi Nash menjadi kenyataan. Tak hanya meraih gelar doktor, ia
berhasil diterima sebagai peneliti dan pengajar di MIT.
Hidup Nash mulai berubah ketika ia diminta
Pentagon memecahkan kode rahasia yang dikirim tentara Sovyet. Di sana,
ia bertemu agen rahasia William Parcher. Dari agen rahasia ini, ia diberi
pekerjaan sebagai mata-mata. Pekerjaan barunya ini membuat Nash terobsesi
sampai ia lupa waktu dan hidup di dunianya sendiri.
Adalah Alicia Larde, seorang
mahasiswinya yang cantik, yang membuatnya sadar bahwa ia juga membutuhkan
cinta. Ketika pasangan ini menikah, Nash justru semakin parah dan merasa terus
berada dalam ancaman bahaya gara-gara pekerjaannya sebagai agen rahasia. Nash
semakin hari semakin terlihat aneh dan ketakutan, sampai akhirnya ketika ia
sedang membawakan makalahnya di sebuah seminar di Harvard, Dr Rosen seorang
ahli jiwa menangkap dan membawanya ke rumah sakit jiwa. Dari situlah
terungkap, Nash mengidap paranoid schizophrenia. Beberapa
kejadian yang dialami Nash selama ini hanya khayalan belaka. Tak pernah ada
teman sekamar, Herman dan keponakannya yang menggemaskan, Marcee ataupun
Parcher dengan proyek rahasianya.
Untungnya, Alicia adalah seorang
istri setia yang tak pernah lelah memberi semangat pada suaminya. Dengan
dorongan semangat serta cinta kasih yang tak pernah habis dari Alicia, Nash
bangkit dan berjuang melawan penyakitnya.
1.1 Analisa Cerita Berdasarkan Ilmu Psikologi
Dari film tersebut dapat diketahui
bahwa John Nash menderita skizofrenia paranoid, yang ditandai
dengan simpton – simpton/ indikasi sebagai berikut:
1.
Adanya delusi atau waham, yakni keyakinan palsu yang
dipertahankan.
(1)
Waham Kejar (delusion
of persecution), yaitu keyakinan bahwa orang atau kelompok tertentu
sedang mengancam atau berencana membahayakan dirinya, dalam film tersebut yaitu
agen pemerintah dan mata – mata rusia. Waham ini menjadikannya paranoid, yang
selalu curiga akan segala hal dan berada dalam ketakutan karena merasa
diperhatikan, diikuti, serta diawasi.
(2)
Waham Kebesaran (delusion
of grandeur), yaitu keyakinan bahwa dirinya memiliki suatu
kelebihan dan kekuatan serta menjadi orang penting. John Nash menganggap
dirinya adalah pemecah kode rahasia terbaik dan mata – mata/agen rahasia.
(3)
Waham Pengaruh (delusion
of influence), adalah keyakinan bahwa kekuatan dari luar sedang
mencoba mengendalikan pikiran dan tindakannya. Adegan yang menunjukkan waham
ini yaitu ketika disuruh membunuh isterinya, ketika disuruh menunjukkan bahwa
dia jenius, dan ketika diyakinkan bahwa dia tidak berarti oleh para teman halusinasinya.
2.
Adanya halusinasi, yaitu persepsi palsu atau
menganggap suatu hal ada dan nyata padahal kenyataannya hal tersebut hanyalah
khayalan. John Nash mengalami halusinasi bertemu dengan tiga orang yang secara
nyata tidak ada yaitu Charles Herman (teman sekamarnya), William Parcher (agen
pemerintah) dan Marcee (keponakan Charles Herman). Selain itu juga laboratorium
rahasia, dan juga nomer kode yang dipasang pada tangannya.
3.
Gejala motorik dapat dilihat dari ekpresi wajah yang
aneh dan khas diikuti dengan gerakan tangan, jari dan lengan yg aneh. Indikasi
ini sangat jelas ketika John Nash berkenalan dengan teman – temannya dan juga
jika dilihat dari cara berjalannya.
4.
Adanya gangguan emosi, adegan
yang paling jelas yaitu ketika John Nash menggendong anaknya dengan tanpa emosi
sedikitpun.
5.
Social withdrawl (penarikan sosial), John Nash
tidak bisa berinteraksi sosial seperti orang – orang pada umumnya, dia tidak
menyukai orang lain dan menganggap orang lain tidak menyukai dirinya sehingga
dia hanya memiliki sedikit teman.
Stressor atau kejadian – kejadian
yang menekan yang membuat skizofrenia John Nash bertambah parah,
yaitu:
(1)
Kalah bermain dari temannya;
(2)
Merasa gagal berprestasi untuk mendapatkan cita –
citanya;
(3)
Merasa tidak dapat melayani isterinya;
(4)
Tidak bisa bekerja atau mendapatkan pekerjaan kembali.
Karakter Pribadi John Nash, yaitu:
(1)
Pemalu, introvert, penyendiri, rendah diri (merasa
dirinya tidak disukai orang lain), kaku, tidak suka bergaul (tidak menyukai
orang lain), penarikan diri dari lingkungan sosial.
(2)
Dalam kenyataannya (cerita sebenarnya bukan di film
ini) John Nash adalah pribadi yang pemarah, suka bermain wanita, keras, kaku
dan antisemit.
Dalam film tersebut John Nash dibawa
ke rumah sakit jiwa dan mendapatkan perawatan ECT (Electroshock Therapy) atau
terapi elektrokonvulsif 5 kali seminggu selama 10 minggu. ECT merupakan terapi
yang sering digunakan pada tahun 1940 – 1960 sebelum obat antipsikotik dan anti
depresan mudah diperoleh. Cara kerja terapi ini yaitu mengalirkan arus listrik
berdaya sangat rendah ke otak yang cukup untuk menghasilkan kejang yang mirip
dengan kejang epileptik. Kejang inilah yang menjadi terapetik bukan arus
listriknya. Sebelum dilakukan ECT pasien disuntikkan insulin sebagai pelemas
otot yang akan mencegah spasme konvulsif otot-otot tubuh dan kemungkinan
cedera. Efek samping penggunaan ECT adalah kelupaan atau gangguan memori. Efek
samping ini dapat dihindari dengan menjaga rendahnya arus listrik yang
dialirkan.
Setelah menjalani perawatan di rumah
sakit jiwa, John Nash menjalani perawatan di rumah dengan Obat
Psikoterapetik. Obat ini harus terus diminum secara teratur oleh penderita
skizofrenia. Meskipun obat ini tidak dapat menyembuhkan skizofrenia, namun obat
– obat antipsikotik akan membantu penderita
untuk menghilangkan halusinasi dan konfusi, serta memulihkan proses berpikir
rasional. Cara kerja obat – obat antipsikotik yaitu menghambat reseptor dopamin
dalam otak. Efek dari pemakaian obat tersebut yaitu : Sulit berkosentrasi,
menghambat proses berpikir, tidak memiliki gairah seksual.
Selain terapi biologis, John Nash
juga mendapat terapi dari isterinya yaitu berupa dukungan sosial yang diberikan
kepadanya, rasa empati, penerimaan, mendorong untuk mulai berinteraksi sosial
(dengan tukang sampah), dan dorongan untuk tidak berputus asa dan terus
berusaha. Terapi Sosial ini sangat membantu penderita skizofrenia dalam
menghadapi peristiwa – peristiwa yang menjadi stressor bagi penderita.
Sampai saat
ini Skizofrenia adalah salah satu penyakit mental yang belum diketahui pasti
penyebabnya. Bukti terbaru mengatakan bahwa struktur maupun aktivitas otak
penderitanya adalah abnormal, namun demikian selain penyebab genetik (biologis)
bisa dimungkinkan bahwa skizofrenia juga disebabkan oleh faktor sosial dan
psikologis.
Referensi :
Chaplin, J.P. 2001. Kamus Lengkap
Psikologi, terj. Kartini Kartono.
Jakarta : PT RajaGrafindo Perkasa. Kartono, Kartini. 2000. Hygiene Mental. Bandung: CV. Mandar
Maju.
Maslim, Rusdi, ed. Buku Saku
PPDGJ III, Jakarta, 1995.
*) Di edit dari kutipan internet Beralamat:
http://blog.kenz.or.id/2005/04/25/analisis-film-a-beautiful-mind.html
2.
Membedakan
Skizofrenia dan Okultisme
Pada Umumnya orang tidak mengenai skizofrenia dan okultisme, banyak juga yang mempunyai pandangan salah mengenai
keduanya, serta suatu kasus pribadi menyebabkan saya ingin mengulas mengenai
kedua hal yang menurut saya sangat perlu untuk diketahui, dipelajari dan dikaji
lebih dalam lagi. Berikut beberapa penjelasan yang ingin saya bagikan dari
hasil membaca dan mereview sebuah buku Konseling Gangguan Jiwa&Okultisme
karangan Julianto Simanjuntak ,yang mengupas mengenai kedua hal tersebut.
2.1 Skizofrenia
Skizofrenia
adalah penyakit psikis yang ditemukan Emil Kraeplin sekitar 1 abad yang
lalu di mana kepribadian mengalami keretakan, pecah atau bolong sehingga pada
alam pikir, perasaan dan perbuatan individu terganggu. Pada orang normal,
terdapat kaitan searah antara alam pikiran, perasaan, dan perbuatan, tetapi
pada skizofrenik ketiga alam itu terputus, baik satu atau semuanya. Jika pada
pendekatan psikoanalisis, digambarkan tanggul daerah ketidaksadaraannya jebol
sehingga antara kesadaran, ambang sadar dan ketidaksadaran tidak memiliki
batas. Biasanya muncul pertama kali sebelum usia 45 tahun dan berlangsung
sedikitnya 6 bulan.
Orang
awam menyebut penderita skizofrenik
sebagai orang yang “gila”, masyarakat menganggap penderita tidak punya masa
depan lagi dan tidak produktif, hal ini menyebabkan perlakuan pemasungan,
membiarkan penderita berkeliaran di jalan raya, atau dikurung di kandang hewan.
Masyarakat masih memegang mitos bahwa penyakit ini disebabkan kutukan roh atau
dewa atau dirasuki roh jahat. Sedangkan menurut para ahli seperti psikolog dan
psikiater melalui pendekatan psikologis menyebutkan bahwa gangguan jiwa berasal
dari pengaruh sosial, ketidak mampuan individu berelasi dengan lingkungan atau
gangguan neurobiologis otak ketidak seimbangan cairan dopamine dan serotonin.
Penyebab skizofrenia sendiri belum diketahui secara
pasti, sehingga terdapat banyak konsep tentang faktor penyebabnya, yaitu faktor
genetis, faktor non-genetis (faktor lingkungan dan faktor biologis), dan faktor
psikososial.
Gejala-gejala
yang bisa dideteksi antara lain: mudah curiga, cenderung deprisi, cemas,
tegang, gampang marah, cepat tersinggung, perasaan mudah berubah, gangguan
makan, sulit tidur, delusi, halusinasi, perasaan datar/tidak sesuai suasana,
cenderung pasif (tidak mau peduli, tidak perhatian, tidak mengurus diri
sendiri).
Sampai saat ini telah ditemukan beberapa tipe
skizofrenia, antara lain:
1.
Tipe Hebefrenik
2.
Tipe Katatonik
3.
Tipe Paranoid
4.
Tipe Tak Tergolongkan
5.
Tipe Residual
6.
Tipe Simpleks
7.
Tipe Episode Skizofrenia Akut
Pengobatan
skizofrenia memiliki 3 pola utama, yaitu drugs
therapy, psychoterapy, dan family and
community support programme. Tujuan pengobatan adalah mengembalikan
penderita pada komunitas sesegera mungkin. Anjuran penderita boleh opname atau berobat
jalan dengan dosis full skizofrenia apabila dengan ciri-ciri berikut: Thought
eco, curi pikir, thought insertion, thought broadcasting, waham dikendalikan,
suara halusinasi yang berkomentar, delusi yang tidak sesuai dengan budaya,
halusinasi yang disertai waham tidak jelas, arus pikiran yang terputus,
perilaku katatonik, gejala negatif/ apatis, hilang minat, tak bertujuan dan
malas.
Prognosis
adalah prediksi kondisi penderita ke depan. Macammya ada 2, prognosis baik atau
buruk. Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi buruk tidaknya prognosis:
1.
Bila saat pertama kali mengalami usia seseorang sudah
termasuk tua, prognosis baik dan sebaliknya buruk.
2.
Jika keadaan sosialnya (pekerjaan dan kehidupan seks)
sebelum terkena penyakit ini baik maka prognosis akan lebih baik.
3.
Status menikah akan lebih baik prognosisnya daripada
yang tidak menikah atau status janda/duda.
4.
Keadaan ekonomi buruk prognosis buruk.
2.3
Okultisme
Okultisme sering dikenal dengan
istilah kerasukan setan. Kerasukan setan merupakan suatu peristiwa hadirnya roh
jahat dalam kehidupan manusia dan dipercaya dapat menyebabkan kepribadian
seseorang berubah. Pribadinya menjadi tidak sesuai dengan situasi lingkungan
sosialnya. Kerasukan juga dipercaya sebagai suatu peristiwa yang membuat orang
sakit secara fisik dan mental. Contohnya makhluk-makhluk gaib yang dikenal di
Jawa Tengah: memedi, pisacis, setan gundul, sundel bolong, genderuwo, lelembut,
dhanyang. Kerasukan di Jawa Tengah dibagi menjadi kesurupan, kampir-kampiran,
kumpel-kumpelan, setanan, kejinan dan kemongmong.
Penyebab kerasukan setan biasanya
didasarkan pada pengalaman religius sebagai hukuman dari Tuhan, anggapan karena
seseorang atau kelompok berkomunikasi dengan setan dan mempraktikkan ilmu sihir
atau memakai jimat. Ciri-ciri kerasukan setan antara lain, tidak mempunyai
kemampuan untuk menjalankan kehidupannya secara normal di tengah-tengah
masyarakat, tidak dapat mengontrol diri sehingga membuat kekacauan atau
keributan,memiliki kekuatan yang besar sehingga mengganggu lingkungannya,
mempunyai masalah yang besar dalam kepribadian dan tingkah lakunya, suka
menyiksa tubuhnya sendiri, berteriak/menjerit/melonglong, tidak mengenal
identitas dirinya dengan benar, memerlukan eksorsisme,di tengah-tengah proses
penyembuhan terjadi pemindahan okultis.
Eksorsisme atau pelayanan pelepasan
adalah pengusiran keluar roh-roh jahat dalam diri seseorang, dari suatu tempat,
atau dari suatu barang ke tempat lain. Pada perkembangan pemakaian metode ini,
selanjutnya digunakan istilah pelayanan pelepasan (deliverance ministry), penolong tidak hanya melakukan pengusiran
setan tetapi juga berusaha membuat analisis kehidupan konseli (riwayat
hidupnya). Melalui proses penyelidikan, doa pemutusan/penyangkalan,
pembimbingan, dan aktivitas kerohanian/persekutuan.
2.4 Membedakan Skizofrenia dan Okultisme
Membedakan
antara skizofrenia dan okultisme bagi sebagian orang tidaklah
mudah. Sebagian orang tidak mempercayai fenomena kerasukan setan. Di sisi lain,
ada yang terlalu menekankan kerasukan setan sehingga mengabaikan unsur gangguan
kejiwaan.
2.4.1 Perbedaan Antara Skizofrenia dan Okultisme
2.4.1.1 Skizofrenia
1.
Reality
testing ability yang terganggu atau rusak
2.
Intelektualitas menurun
3.
Tidak punya keinginan kuat untuk menghujat Tuhan
4.
Cenderung pasif
5.
Membutuhkan perawatan dan ketergantungan obat psikotik
2.4.1.1 Okultisme
1.
Tidak mengenal identitas dirinya dengan benar (muncul
“kepribadian baru”)
2.
Ada bukti pengetahuan atau intelektualitas baru yang
sebelumnya tidak dimiliki
3.
Punya keinginan kuat untuk menghujat Tuhan
4.
Memiliki kekuatan yang besar sehingga mampu memutuskan
rantai atau pengikat
5.
Biasanya langsung sembuh/normal setelah setan diusir
dari dalam dirinya
Di samping itu juga ada kerasukan setan
yang mirip dengan skizofrenia,
khususnya skizofrenia katatonik. Ciri-cirinya, ada keinginan kuat ingin
bunuh diri, menyiksa diri sendiri, ada waham delusi, halusinasi, bicara
terdisorganisasi, pendataran afektif, tidak ada kemauan, disfungsi sosial,
kehilangan energi dan motivasi, merasa asing di lingkungannya sendiri.
Referensi
Simanjuntak, Julianto.2008. Konseling Gangguan Jiwa&Okultisme (Membedakan Gangguan Jiwa dan
Kerasukan Setan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.