Setelah melalui proses perundingan yang sulit dan panjang, sebagai langkah untuk mendorong kemajuan ekonomi masing‐masing negara, Pemerintah Indonesia dan Jepang telah sepakat untuk melakukerjanjian kerjasama bilateral dalam bidang perekonomian. Kesepakersebut dituangkan dalam perjanjian kerjasama bilateral di bidang ekonomiIndonesia Jepang Economy Partnership Agreement–IJEPA) yang ditandat oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Jepang Mr. Shinzo Abe pada tanggal 20 Agustus 2007 di Jakarta, Indonesia, dan sejagal 1 Juli 2008 secara resmi mulai diimplementasikan di kedua negara.
Pada intinya, IJEPA merupakan kesepakatan perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) yang ditujukan untuk meningkatkan arus perdagangan antara Indonesia dan Jepang. Namun demikian, sangat disadari bahwa perjanjian kerjasama ini melibatkan dua negara dengan kekuatan ekonomi yang tidak seimbang yang untuk sementara waktu mungkin hanya memberikan manfaat asimetris (tidak seimbang) bagi kedua pihak. Hal ini merupakan kondisi winloose yang mengancam keberlanjutan kerjasama tersebut dalam jangka panjang. Untuk memperoleh keseimbangan manfaat bagi kedua belah pihak, maka kerjasama IJEPA dilandasi dengan tiga pilar, yaitu Liberalization (pembukaan akses pasar), Facilitation (pasar yang terbuka/dipermudah) dan Cooperation (kerjasama untuk peningkatan kapasitas). Dari ketiga pilar tersebut, pilar Cooperation sangat strategik bagi Indonesia karena berfungsi meningkatkan kapasitas industri manufakturing Indonesia, sehingga dapat menghasilkan produk‐produk yang memenuhi persyaratan pasar Jepang yang telah dibuka dua pilar lainnya, sehingga akan didapatkan winwin condition maupun persyaratan dari pasar global.
Untuk menjamin keberhasilan implementasi IJEPA, Pemerintah Indonesia melalui Departemen Perindustrian didalam perundingan yang sangat alot dan melelahkan secara sadar dengan visi jauh kedepan, telah menerapkan strategi berikut:
Sektor Penggerak (Driver Activities)
Berdasarkan keinginan dan prioritas kedua belah pihak, maka telah disepakati dan didapatkan pemahaman bersama bahwa sektor otomotif (automotive & autoparts), elektrikal & elektronik (electrical/electronics & parts), dan alat berat (construction machineries) merupakan sektor penggerak utama (drivers) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masing–masing negara. Hal ini dicapai dari diskusi mendalam untuk menyamakan persepsi selama perioda perundingan antara kedua belah pihak, melalui “teknik pencarian” common interest atau common enemy dibidang ekonomi/industri yang akan dikerjasamakan, sementara pihak Jepang juga menginginkan sektor yang terkait dengan energi (energy related) dimasukkan dan pihak Indonesia menginginkan sektor terkait dengan peningkatan ekspor champion products melalui Program Kesejahteraan.
Program Kesejahteraan (Prosperity Program)
Program Kesejahteraan ditujukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia melalui pembukaan akses pasar Jepang yang lebih luas bagi produk–produk unggulan Indonesia, dan juga peningkatan ekspor ke manca negara. Program ini juga disertai dengan peningkatan investasi baru dari Jepang yang diikuti dengan pembangunan atau peningkatan kapasitas (capacity building) industri – khususnya dalam rangka peningkatan daya saing industri manufakturnya, melalui MIDEC (Manufacturing Industry Development Centre), khususnya industri manufaktur, diinginkan pula Indonesia bisa dijadikan production based untuk selanjutnya hasil‐hasil produk manufakturnya bisa diekspor ke manca‐negara dengan harga yang kompetitif dan punya value added tinggi.
Pusat Pengembangan Industri Manufaktur atau Manufacturing Industry Development Center (MIDEC)
Didalam implementasi IJEPA, MIDEC diposisikan berfungsi sebagai motor pembangunan kapasitas industri (industrial capacity building) guna meningkatkan daya saing industri manufaktur Indonesia. MIDEC bukan semata‐mata hanya merupakan kompensasi pembukaan akses pasar Indonesia yang tercakup dalam perjanjian kerjasama ekonomi dengan Jepang (IJEPA), tetapi juga dalam rangka menciptakan kondisi winwin bagi kedua belah pihak. Secara sadar MIDEC ditujukan dan diarahkan untuk mendukung pengembangan 13 sektor kegiatan ekonomi Indonesia, yaitu metal working, mould & dies, welding, energy conservation, investment & industrial export promotion, small and mediumscale enterprises (SMEs), automotive, electric/electronics, steel & steel products, textile, petro & oleo chemical, non ferrous dan food & beverages yang secara keseluruhan mencakup 97 kegiatan meliputi: studi dasar (basic study), pelatihan,
technical assistance, peralatan dan pembuatan sistem.Didalam implementasinya, MIDEC difokuskan terutama untuk membangun ketertinggalan/penguatan berbagai industri penunjang (supporting industries) yaitu industri‐industri pembuat komponen dan parts, serta perkuatan berbagai common facilities, seperti perkuatan berbagai balai uji dan sistem sertifikasi, balai/fasilitas pelatihan SDM, pengembangan/pengadopsian standar, sistem sertifikasi dan penjaminan kualitas produk, peningkatan teknik produksi, peningkatan manajemen, berbagai program pelatihan bagi SDM baik di balai‐balai Industri maupun bagi industri‐industri terkait dengan fokus yang telah disebutkan diatas dan juga bagi berbagai lembaga/universitas – terutama milik pemerintah, maupun berbagai sosiasi industri/profesi terkait.
Telah disepakati dan dipahami pula oleh kedua belah pihak bahwa kegiatan MIDEC adalah suatu kegiatan besar dan kompleks, yang melibatkan seluruh stake holder terkait dari kedua belah pihak, merupakan program longterm, berkelanjutan dan mempunyai proses yang panjang (long term framework, continuing and evolving process). Suatu hal yang sangat membanggakan bagi kedua belah pihak, apabila hal ini bisa kita wujudkan secara nyata, sehingga akan merupakan wujud monumen
persahabatan yang abadi antara Indonesia dan Jepang.