Sudono Salim atau Liem lahir di Cina daratan, di Fuqing sebuah desa kecil di wilayah Fujian, Cina bagian selatan, pada 16 Juli 1916. Lahir dengan nama Lim Sioe Liong, ia pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia beberapa dimulainya Perang Dunia II pada tahun 1939. Om Liem kecil yang merupakan anak kedua dari seorang petani itu, hidup dengan sangat kekurangan, bahkan saking miskinnya pada usia 15 tahun ia harus putus sekolah dan berjualan mie di sekitar wilayahnya.
Kemiskinan itulah yang mendasari ia hijrah ke Indonesia, mengikuti jejak kakaknya yangb terlebih dahulu tinggal di Indonesia. Saat pertama kali berada di Indonesia, Om Liem merintis usahanya dengan menjadi supplier cengkeh bagi beberapa pengusaha rokok yang berada di Kudus dan Semarang, Jawa Tengah. Tidak heran bisnis cengkeh menjadi salah satu bisnis yang menunjang kerajaan bisnisnya di masa mendatang, selain bisnis textile tentunya.
Pada era Soeharto, ia sempay mendirikan beberapa bank, seperti Bank Windu Kencana dan Bank Central Asia. Dia juga bersama tiga kolega bisnisnya Soedono Salim, Djuhar Sutanto, Sudwikatmono dan Ibrahim Risjad (belakangan dikenal sebagai The Gangs of Four) membangun sebuah perusahaan tepung terigu terbesar di Indonesia yaitu, PT Bogasari. Perusahaan ini pun berhasil memonopoli pasar terigu di Indonesia dengan menyuplai 2/3 dari seluruh kebutuhan terigu nasional
Kehidupan Om Liem pun ibarat roda yang berputar, saat krisis moneter pada tahun 1997 menghantam Indonesia, kapal bisnis miliknya sempat goyah. Beberapa saham unit bisnisnya seperti PT Indocement Tunggal Perkasa, PT BCA dan PT Indomobil Sukses Internasional harus dilepas untuk menutup hutang perusahaan yang disebut mencapai 52 triliun rupiah.
Meski sempat goyah, Om Liem berhasil membangkitkan kembali usaha-usaha yang dipegangnya. Salah satunya adalah melalui PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang menghasilkan produk Indomie yang dikenal hingga seantero dunia. Hasilnya pada tahun 2006, namanya kembali menduduki peringkat nomor 10 orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes. Kekayaannya pada saat itu ditaksir mencapai US$ 800 juta.
Pada era reformasi, Om Liem yang rumahnya yang berada di Gunung Sahari, Jakarta Pusat sempat menjadi korban pengerusakan dan penjarahan pada kerusuhan yang melanda Jakarta pada 1998, mulai mengalihkan kepengurusan bisnisnya kepada anakanya Anthony Salim. Lalu mulai saat itu pindah ke Singapura, hingga maut menjemputnya, pada Minggu (10/6/2012).
, pendiri Grup Salim tak lepas dari kisah sukses berbisnisnya sebagai Bos BCA, Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar dan peritel Indomaret. Nama Liem Sioe Liong terkenal sebagai konglomerat itu patut diingat sebagai inspirasi. Seperti apa kisah suksesnya?
Lahir di Fuqing, Fujian, Cina Selatan, 16 Juli 1916, Salim meninggalkan negaranya dan berlabuh di Medan, Sumatera Utara, pada 1936. Ia bergabung dengan saudaranya, Liem Sioe Hie, dan saudara iparnya, Zheng Xusheng.
Bisnisnya dimulai dengan pertaruhan sebagai penyalur cengkeh di mana bisnisnya terus berkembang pesat dari permintaan untuk produksi rokok kretek.
Hubungan baik dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dijalinnya ketika membantu suplai obat saat perang kemerdekaan 1945. Ia pun dekat dengan Soeharto, saat itu masih tentara biasa, yang kemudian menjadi presiden RI selama 32 tahun. Sejak itulah ia dikenal dekat dengan Soeharto di zaman Orde Baru.
Pada 1952, Salim memperluas bisnis perdagangannya dengan bekerja sama dengan pengusaha etnis Cina di Singapura dan Hong Kong. Pabrik sabunnya menjadi salah satu pemasok utama untuk TNI.
Pada 1968, ia mendapatkan hak untuk monopoli impor cengkeh. Sebuah joint venture dengan pebisnis Hokchia, Cina, membuatnya menjadi produsen terbesar tepung di Indonesia. Kedua perusahaan inilah yang memberinya modal untuk mendirikan perusahaan semen Indocement pada 1973.
Barulah pada 1990, perusahaan makanan yang kini menjadi salah satu perusahaan raksasa Tanah Air didirikannya, yakni Indofood. Tak berhenti di situ, ia juga merambah perbankan, yang akhirnya membentuk bank swasta terbesar di Indonesia, Bank Central Asia (BCA).
Taipan yang juga sering dipanggil sebagai Om Liem ini menyerahkan tampuk kepemimpinan manajemen Kelompok konglomerat Salim ke putranya Anthony dan Harlim Exstrada pada 1992.