Di dalam lemari istana raja ada dua buah toples. Toples yang pertama adalah toples porselin, dan yang kedua adalah toples timah. Karena badannya yang kuat dan mengkilat, toples timah yang sombong memandang rendah kepada toples porselin, dan selalu menghinanya.
“Apakah engkau berani menyentuh saya toples porselin jelek?” toples timah dengan sombong berkata.
“Saya tidak berani, abang toples timah,” jawan toples porselin dengan rendah hati berkata.
“Saya tahu engkau pasti tidak berani, si pengecut!” toples timah dengan suara mengejek melanjutkan menghina toples porselin.
“Memang saya tidak berani menyentuhmu, tetapi bukan berarti saya pengecut," sahut toples porselin dengan sifat sahaja. Selanjutnya ia berkata, “Tugas saya adalah untuk tempat mengisi barang, bukan digunakan untuk saling melanggar. Didalam hal menyelesaikan kewajiban, saya tidak lebih lemah daripada Abang, lagi pula....”
“Tutup mulutmu!” Topless timah dengan marah menghardik, “Bagaimana engkau dapat membandingkan saya dengan dirimu! Tunggu saja, beberapa hari lagi, engkau akan hancur berkeping-keping, tamatlah riwayatmu! Sedangkan saya selamanya akan berada disini, tidak takut kepada apapun.”
“Kenapa engkau harus berkata demikian sinis.” Topless porselin berkata, “Kita bisa dengan harmoni hidup bersama bukankah demikian? Untuk apa bertengkar!”
“Hidup bersama denganmu membuat saya merasa malu, kamu ini siapa sih!” toples timah berkata, “lihat saja, bila jatuh, suatu hari engkau akan hancur berkeping-keping!”
Toples porselin tidak memperdulikannya.
Waktu berlalu terus, di dunia ini terjadi berbagai hal, dinasti jatuh, istana runtuh. Kedua toples tersebut terkubur di dalam reruntuhan bangunan. Sejarah menimbun debu dan tanah diatas mereka, seabad demi seabad telah berlalu.
Tidak tahu sudah berapa abad berlalu. Suatu hari, ada sekelompok arkeolog yang datang dan menggali berlapis-lapis tumbukan reruntuhan, akhirnya menemukan toples porselin ini.
“Wah, disini ada sebuah toples porselin!” teriakan terkejut seseorang terdengar.
‘Benar, sebuah toples porselin!” semua orang dengan gembira mengelilingi toples porselin dan memperhatikannya.
Mereka mengangkat topless porselin dari dalam reruntuhan, membersihkan dan menyikat seluruh tubuhnya dari tumpukan tanah dan debu, setelah dicuci bersih dia kelihatan sama dengan dahulu seperti masih di dalam lemari istana; sederhana, indah, lukisan di tubuhnya masih terlihat mengkilat.
“Sebuah toples yang sangat indah!” salah seorang berkata, “Hati-hati, jangan memecahkannya, dia adalah barang purba, sangat berharga.”
“Terima kasih kepada kalian!” toples porselin dengan semangat berkata, “Teman saya toples timah masih didalam sana, tolong kalian menggalinya dan membawanya keluar, dia pasti sudah sangat menderita.”
Mereka segera bergerak menggali dan membongkar, membongkar seluruh tanah. Tetapi, sama sekali tidak melihat bayangan toples timah. Toples timah, entah di abad berapa sudah teroksidasi. Mereka hanya mendapatkan sepotong timah karat, tetapi tidak dapat dipastikan apakah itu adalah sisa bangkai toples timah.
Cerita ini memberikan pesan bahwa menggunakan kelebihan sendiri untuk membandingkan kelemahan orang lain adalah hal yang sangat tidak pantas, setiap orang atau benda mempunyai keunggulan masing-masing.